Kamis, 31 Juli 2008

Rokok


Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain.

Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam kantong. Sejak beberapa tahun terakhir, bungkusan-bungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan kesehatan yang memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari merokok, misalnya kanker paru-paru atau serangan jantung(walapun pada kenyataanya itu hanya tinggal hiasan, jarang sekali dipatuhi).

Manusia di dunia yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad 16, Ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata. Abad 17 para pedagang Spanyol masuk ke Turki dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk negara-negara Islam.

Telah banyak riset yang membuktikan bahwa rokok sangat menyebabkan kecanduan, disamping menyebabkan banyak tipe kanker, penyakit jantung, penyakit pernapasan, penyakit pencernaan, efek buruk bagi kelahiran, dan emfisema.
Jenis rokok

Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembedaan ini didasarkan atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok.

Rokok berdasarkan bahan pembungkus.
Klobot: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung.
Kawung: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren.
Sigaret: rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas
Cerutu: rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau.

Rokok berdasarkan bahan baku atau isi.
Rokok Putih: rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
Rokok Kretek: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

Rokok Klembak: rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh, dan menyan yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

Rokok berdasarkan proses pembuatannya.
Sigaret Kretek Tangan (SKT): rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan menggunakan tangan dan atau alat bantu sederhana.
Sigaret Kretek Mesin (SKM): rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin. Sederhananya, material rokok dimasukkan ke dalam mesin pembuat rokok. Keluaran yang dihasilkan mesin pembuat rokok berupa rokok batangan. Saat ini mesin pembuat rokok telah mampu menghasilkan keluaran sekitar enam ribu sampai delapan ribu batang rokok per menit. Mesin pembuat rokok, biasanya, dihubungkan dengan mesin pembungkus rokok sehingga keluaran yang dihasilkan bukan lagi berupa rokok batangan namun telah dalam bentuk pak. Ada pula mesin pembungkus rokok yang mampu menghasilkan keluaran berupa rokok dalam pres, satu pres berisi 10 pak. Sayangnya, belum ditemukan mesin yang mampu menghasilkan SKT karena terdapat perbedaan diameter pangkal dengan diameter ujung SKT. Pada SKM, lingkar pangkal rokok dan lingkar ujung rokok sama besar.

Rokok berdasarkan penggunaan filter.
Rokok Filter (RF): rokok yang pada bagian pangkalnya terdapat gabus.
Rokok Non Filter (RNF): rokok yang pada bagian pangkalnya tidak terdapat gabus.

Pengantar


Hari ini, seluruh dunia akan memperingati Hari Tanpa Tembakau. Tujuan dari peringatan yang tahun 2007 mengambil tema "Lingkungan Tanpa Asap Rokok" ini sejatinya guna mengingatkan masyarakat betapa bahayanya konsumsi rokok terhadap kesehatan manusia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, penyakit yang berkaitan dengan tembakau pada tahun 2020 akan menjadi masalah utama terbesar yang menyebabkan 8,4 juta jiwa kematian penduduk dunia setiap tahun.


eringatan WHO tersebut menjadi perhatian Indonesia. Departemen Kesehatan menyampaikan, merokok menjadi penyebab utama penyakit mematikan seperti kanker paru, stroke, jantung, dan gangguan pembuluh darah. Belum lagi penurunan kesuburan, meningkatnya kasus kehamilan di luar kandungan, pertumbuhan janin yang lambat, kejang pada kehamilan, gangguan imunitas bayi, dan peningkatan kematian prenatal.

Merokok memang berbahaya. Pasalnya, dari asap tembakau itu diketahui mengandung 4.000 bahan kimia termasuk 43 bahan penyebab kanker yang telah diketahui. Depkes melaporkan, tahun 2005 saja jumlah kematian akibat penyakit yang terkait dengan tembakau diperkirakan 399.800 jiwa atau 25,97 persen dari total kematian tahun yang sama yang mencapai 1,539 juta orang.

Ditinjau dari sisi kesehatan, dampak rokok ini telah banyak menyebabkan kerugian. Pusat Penelitian Depkes tahun 2005 melaporkan, total tahun produktif yang hilang karena penyakit yang terkait tembakau adalah 5.411.904 dan bila dihitung berdasarkan perkapita maka total biaya yang hilang mencapai US$ 4,87 miliar atau Rp 43,8 triliun (Tabel 2). Belum lagi ditambah biaya perawatan medis tahun 2005 yang diperkirakan hamper Rp 2 triliun (Tabel 1) dan kerugian karena kematian premature yang diprediksi US$ 3,461 miliar atau Rp 31,1 triliun. Serta kerugian akibat sakit dan disabilitas yang mencapai US$ 1,352 miliar atau Rp 12,16 triliun. Jadi, kalau mau dijumlahkan, total kerugian di bidang kesehatan karena rokok (tembakau) bisa mencapai Rp 88,06 triliun hanya untuk tahun 2005.

Tidak kurang berbagai cara dan program telah ditempuh berbagai pihak untuk mengurangi dampak Merokok, namun ironisnya, meski sudah diketahui berbahaya bagi kesehatan, pertumbuhan jumlah perokok dan produksi rokok semakin bertambah tiap tahunnya.

Di Indonesia, konsumsi rokok dalam 30 tahun terakhir meningkat dari 33 miliar batang pada tahun 1970 menjadi 230 miliar batang tahun 2006 dengan prevalensi orang dewasa perokok meningkat 26,9 persen tahun 1995 menjadi 35 persen tahun 2004. Diperkirakan prevalensi perokok pasif juga cukup tinggi yakni mencapai 48,9 persen atau 97,5 juta orang yang merupakan kelompok usia 0-14 tahun.

Tinggi konsumsi rokok dalam negeri ini membuat Indonesia masuk ke dalam tataran lima besar sebagai produsen rokok dunia setelah Tiongkok (1,679 triliun batang), Amerika Serikat (480 miliar batang), Jepang (230 miliar batang), dan Rusia (230 miliar batang).

Parahnya lagi, menurut anggota DPR, Hakim Sorimuda Pohan, di Indonesia perokok tidak didominasi remaja atau kaum dewasa saja, tapi kini sudah merambah anak-anak, bahkan ada yang mulai Merokok sejak usia 5 tahun!.

Mengutip data Badan Pusat Statistik tahun 2005, Hakim Pohan mengatakan perokok pemula yang berusia 5-9 tahun meningkat tajam yakni 400 persen hanya dalam tempo tiga tahun (2001-2004). Demikian pula anak-anak yang berusia 10-14 tahun dan 15-19 tahun yang mengalami peningkatan ysng tinggi pada periode yang sama meski tidak sebesar 5-9 tahun.

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes, I Nyoman Kandun, bahkan menyebutkan, lebih dari 43 juta anak-anak Indonesia saat ini terancam menderita penyakit mematikan karena hidup serumah dengan perokok.


Ekonomi

Tumbuh suburnya perusahaan rokok di Tanah Air tidak lepas dari nilai ekonomi tinggi yang diperoleh dari bisnis ini. Baik Pemerintah maupun industri rokok sangat menikmati pasokan dana dari penjualan rokok.

Bayangkan saja, menurut data Depkes, tahun 2001 cukai yang diterima Pemerintah dari tembakau mencapai Rp 18,3 triliun, pengeluaran masyarakat untuk membeli rokok sebesar Rp 73,2 triliun, dan pengeluaran kesehatan masyarakat akibat dampak negatif rokok mencapai 2,6 triliun.

Empat tahun berikutnya, pengeluaran membeli rokok pun semakin menjulang tinggi. Diperkirakan, tahun 2005, terdapat 75.864.913 perokok aktif yang membelanjakan uang senilai Rp 11,4 triliun per bulannya atau Rp 136,8 triliun per tahun. Dari jumlah perokok aktif tersebut, disebutkan 9,1 persennya adalah masyarakat yang tergolong sangat miskin.

Ekspansi perusahaan rokok untuk tetap mempertahankan "prestasi" mereka pun tergolong sangat canggih. Sebut saja, hampir semua event olahraga besar yang ada di tanah air menampilkan perusahaan rokok sebagai sponsor utama padahal tujuan olahraga adalah menyehatkan tubuh. Sungguh Ironis.

Belum lagi, ditengarai saat in industri rokok mengincar kalangan usia muda misalnya dengan menjadi sponsor dalam konser-konser musik yang memang hamper semuanya dibanjiri anak-anak muda.

"Industri rokok di Indonesia saat ini menargetkan 3 juta anak muda Indonesia harus dijangkau menjadi perokok," ujar Hakim Pohan dalam sebuah diskusi di Jakarta, pekan lalu.

Penggagas Rancangan Undang-Undang (RUU) Penanggulangan Dampak Tembakau terhadap Kesehatan ini juga menyoroti pandangan yang dianggapnya keliru selama ini yang menyatakan negara akan kehilangan devisa yang sangat besar jika rokok ini dikendalikan.

Berdasarkan perhitungannya, penerimaan negara dari cukai rokok tahun 2006 hanya sebesar Rp 36,1 triliun atau 5,5 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mencapai 647,7 triliun.




Pengendalian

Melihat banyaknya kerugian materiil dan korban yang sudah berjatuhan akibat rokok ini, Hakim Pohan bersama sejumlah anggota DPR sedang menggagas RUU Penanggulangan Dampak Tembakau terhadap Kesehatan dan sedang diperjuangkan masuk dalam revisi program legislasi nasional (prolegnas) tahun ini.

"Saat ini sudah ada 224 anggota dari 10 fraksi yang menandatangani surat dukungan agar pembahasan RUU ini bisa segera dilakukan," katanya.

RUU ini nantinya, kata Hakim, berupaya mengendalikan agar masyarakat berpikir berpuluh-puluh kali untuk membeli rokok yakni dengan menaikkan cukai rokok yang saat ini masih 31,5 persen dari harga jual atau terendah di dunia yang rata-ratanya mencapai 75-85 persen. "Cukai rokok di Thailand 79 persen dan Singapura 85 persen," ujarnya.

Politikus yang juga berprofesi sebagai dokter ini yakin RUU Penanggulangan Dampak Tembakau terhadap Kesehatan meski sepertinya harus bekerja ekstra keras karena sebagian besar anggota DPR saat ini adalah perokok.

Tulus Abadi dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia melihat peran pemerintah dalam hal pengendalian rokok sangat lemah. Menurut dia, Pemerintah Indonesia menjadi obyek cemoohan komunitas internasional terutama anggota WHO dan komunitas lembaga swadaya masyarakat, bahkan diberi penghargaan bernama ashtray award alias negara keranjang nikotin

Hal itu terjadi, kata Tulus, karena Pemerintah Indonesia tidak ikut menandatangani atau meratifikasi konvensi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Penolakan Pemerintah itu. Lanjut Tulus, merupakan pengingkaran terhadap komitmen internasional karena Indonesia justru terlibat aktif dalam pembahasan draf FCTC.

"FCTC telah menjadi hukum internasional dan 137 negara telah meratifikasinya. Satu-satunya negara di Asia yang tidak menandatangani FCTC, ya Indonesia," ujar Tulus.

Pemerintah, tambah Tulus, seharusnya menjadi garda terdepan pengendalian bahaya rokok. Jika generasi muda (termasuk anak-anak) sudah berpotensi mengidap menyakit mematikan, maka masa depan bangsa ini mau dibawa ke mana? [SP/Erwin Lobo]